Halaman

Sabtu, 20 April 2013

Pajak Dari Rakyat Untuk Rakyat atau Dari Rakyat Untuk Pejabat?


        Melalui skema penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI pada 1998, pemerintah lewat APBN "memaksakan" pajak rakyat miskin yang tidak bersalah digunakan untuk membayar utang ratusan triliun rupiah orang kaya pengemplang BLBI.Setiap tahun rakyat membayar subsidi bunga obligasi rekap 80 triliun rupiah hingga jatuh tempo dan menebus pokok obligasi itu pada 2033 yang kemudian diperpnjang lagi menjadi 2043. Utang BLBI itu juga dinilai sebagai biang membengkaknya utang negara hingga empat kali lipat sejak 1998 menjadi 2.000 triliun rupiah. Selama ini, pemerintah dan DPR mengabaikan desakan rakyat agar membuat kebijakan untuk membebaskan APBN dari kewajiban obligasi rekap warisan BLBI. Publik menilai haram hukumnya pajak rakyat digunakan terus-menerus untuk menyubsidi bankir pengemplang BLBI yang kini makin kaya raya. Pengamat perbankan, Achmad Iskandar, mengemukakan hal itu di Jakarta, Senin (15/4). "Saya kira perlu diubah mindset birokrasi kita yang tidak prorakyat itu. Ini kebijakan salah yang harus dikoreksi," tegas Iskandar. Menurut dia, belum terlambat bagi pemerintah mengoreksi total kebijakan obligasi rekap karena kebijakan pemerintah itu merugikan masyarakat Indonesia. "Memang, mesti ada gerakan yang sifatnya masif," ujar Iskandar. Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Suroso Imam Zadjuli, menambahkan kebijakan pemerintah selama ini yang dipandang lunak bagi para obligor BLBI menyebabkan stagnasi pengembangan sektor riil akibat minimnya peran perbankan nasional. "Rendahnya intermediasi perbankan dalam penyaluran dana ke sektor riil, seperti ke sektor UMKM, akibat mayoritas perbankan swasta telah dikuasai pemodal asing yang sebenarnya bekerja sama dengan para pengemplang dan buron BLBI. Perbankan swasta kita yang sudah go public, sahamnya banyak dikuasai para orang-orang dekat para obligor (BLBI)," jelas dia. Iskandar menilai sudah waktunya bagi pemerintah untuk mengubah paradigma pembangunan ekonomi. Kebijakan yang selama ini memanjakan pengemplang BLBI harus diubah. Pemerintah semestinya lebih memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia. "Sangat tidak adil jika uang pajak rakyat ini dipakai menyubsidi orang-orang kaya pengemplang BLBI," tegas dia. Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin, mengemukakan Indonesia kini terperangkap dalam kebijakan ekonomi yang salah sehingga tidak mampu tampil sebagai bangsa yang mandiri. Kebijakan yang salah itu menyebabkan pemerintah terjepit dalam upaya menahan laju infl asi dan membendung aliran impor, khususnya komoditas pangan. Sebelum semuanya terlambat, perombakan kabinet harus secara total dilakukan karena selama ini pejabat tidak mau mengakui kesalahan. Jika tidak diganti dengan pejabat yang reformis, tidak mau berubah. Contoh paling nyata adalah kasus BLBI yang tidak terselesaikan oleh empat presiden. 

 Kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menyisakan ketidakadilan yang berkepanjangan bagi rakyat Indonesia.

Ubah Paradigma 

Iskandar yakin jika Presiden mengambil langkah tegas menghentikan subsidi obligasi rekap, beban APBN tidak terlalu berat. "Jadi, kebijakan jangan parsial karena tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu ada gerakan revolusioner mengubah paradigma pembantu presiden ini," jelas dia. Beban utang, termasuk utang BLBI, menyebabkan anggaran negara selalu defi sit dan terus ditutup oleh utang. Akibatnya, utang membengkak karena tanggungan bunga-berbunga. Kondisi itu menyebabkan APBN yang semestinya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat gagal menjalankan fungsinya.

     Sungguh sangat disayangkan mendapati berita semacam itu yang bersumber dari koran-jakarta.com. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh rakyat selalu di gembar-gemborkan akan kembali untuk rakyat, sangat saya pertaanyakan apakah slogan "pajak dari rakyat untuk rakyat" benar adanya? atau lebih baik slogan itu diganti menjadi "pajak dari rakyat untuk pejabat"?. Seperti yang kita baca dalam berita tersebut, dimana pajak yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk dikembalikan ke rakyat untuk memakmurkan mereka malah harus digunakan untuk menutup beban utang. Hal seperti ini jelas tidak adil bagi rakyat, pajak yang mereka bayar dengan sepenuh hati yang seharusnya digunakan untuk kembali terhadap mereka, malah justru digunakan untuk hal lain. Indonesia adalah sebenarnya negara yang mahal, mahal akan pajak, dan jika alokasi dana pajak sesuai tepat sasaran niscaya tidak ada lagi masyarakat yang kekurangan. Kita ambiL contoh negara Malaysia yang hanya menetapkan pajak kendaraan bermotor hanya satu kali seumur hidup motor tersebut, bandingkan dengan negara kita yang menetapkan pajak setiap tahun terhadap kendaraan bermotor selama seumur hidup kendaraan tersebut. Kita bisa bayangkan besarnya pendapatan negara hanya melalui pajak saja. Tetapi kenapa masih terdapat banyak jalan-jalan berlubang yang banyak menimbulkan korban jiwa? kenapa jalan-jalan berlubang itu tidak cepat segera mungkin dibenahi malah justru hanya membuat sebuah tand peringatan "hati-hati jalan berlubang"? kemana uang pajak yang selama ini masyarakat bayar sepenuh hati?.
     Semoga kelak ada pemimpin negara kita yang berani membuat peraturan undang-undang bahwa pejabat yang menggunakan uang rakyat dan uang negara harus dihukum suntik mati. Sehingga akan tetap benar adanya slogan "pajak dari rakyat untuk rakyat" bukan "pajak dari rakyat untuk pejabat".MERDEKA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar